Popular Posts

Tags

Selasa, 08 November 2016

Cerpen Alur Mundur '' MUALAF MENUJU HIJRAH SYARI '' Oleh Aprilia Yunda Indraswati

Pagi yang indah, tetesan embun membungkus dedaunan kecil dunia, bangun dan tumbuh menyambut asa. Hari yang begitu indah dimana aku akan melepas kelajangan ku dengan akad nikah. Hari yang aku tunggu dalam penantian ku yang hampa. Aku duduk didepan cermin “Inikah aku? Inikah aku yang memakai hijab? aku belum percaya, aku akan menyempurnakan hidupku dengan menikah” gumam ku dalam hati. Aku teringat kisahku empat tahun lalu, tentang aku dan perjuanganku. Itu tepatnya tanggal 04 april 2010 aku memulai kuliahku mayoritas temanku muslim dan berjilbab sedangkan aku lahir di keluarga yang memeluk agama kristen. Azelia Addara itu namaku dan teman-teman ku sering memanggilku dara. Tidak pernah terpikrkan kalau aku menyukai gaya pakaina teman-temanku yang berhijab. Awalnya aku tidak tahu tujuan dari khimar atau menutup kepada dan rambut. Aku ikut-ikut memakai khimar, karena aku memiliki pekerjaan sampingan aku dapat membeli baju juga kerudung semauku sesuai fashion saat itu. Aku pun mulai meninggalkan baju ketan dan celana jeans ku. Satu semester dua semester dan terus berlanjut aku memutuskan pulang menjenguk ayah dan ibu dirumah. Pagi yang indah, tetesan embun membungkus dedaunan kecil dunia, bangun dan tumbuh menyambut asa. Mentari mulai menampakkan dirinya tersenyum membawakan kebahagiaan bagi semua orang. Pagi itu pukul 09.00 ibu memperkenalkan aku dengan seorang pemuda dia ramah, bijaksana dan bertanggung jawab. Itu penilaian ibuku dia memeluk agama islam. Aditya Naufal Dary Abiyyu itu namanya, panggil saja Adit. Aku begitu bimbang, aku tidak tahu apakah aku akan membuka hati untuk pria itu, tapi aku tidak akan menolak perintah ayah dan ibu ku. Sore hari dimana awan jingga mulai berjalan-jalan melihat orang-orang yang sesegera mungkin meninggalkan pekerjaan dan pulang untuk istirahat, akupun memutuskan untuk berangkat ke kos ku. Sesampainya aku ingin langsung istirahat, entah kenapa mata ini sulit untuk dipejamkan. Bayang-bayang tentang apakah aku akan membuka hati atau tidak, tentang ayah dan ibuku. Malam itu juga aku menceritakan semua ini ke teman sahabatku. Dia muslim panggil saja Rahma. Dia selalu memb uka waktunya untuk keluh kesah dihidupku. Rahma menyarankan aku membuka hati untuk Adit, Rahma juga mengajariku dan menjelaskan tentang agama Islam. Karena memang aku sangat tertarik dan hatiku terus memaksa aku mengenal agama Islam. Hari demi hari, minggu demi minggu, dan bulan demi bulan aku lalui. Yakin dan semakin yakin aku tentang agama islam. Hari itu ibu menyuruhku untuk pulang. Entah mengapa ibuku menyuruhku dengan keras untuk tidak dekat-dekat lagi dengan adit. Aku menuruti kemauan ibuku untuk yang kedua kali, namun dengan syarat aku ingin masuk islam. Aku membaca dua kalimat syahadat di hadapan ibuk ku. Ibuk ku marah dan memaki, namun hati ini tetap yakin islam adalah agama yang benar. Ayah dan ibu tidak hanya diam mereka tidak mengizinkan aku meneruskan kuliahku, kalau aku ingin kuliah aku harus mencari uang untuk biaya kuliah, setiap hari aku merasakan tidak dianggap dalam keluarga ini ayah dan ibu tidak menyapa ku meski itu hanya satu kata mereka juga tidak pernah memanggil namaku. Yang aawalnya ibu lebih suka berbagi cerita dengan ku, beliau kini menjauh dan lebih suka berbagi cerita dengan adik perempuanku. Namun aku yakin Allah tidak akan memberikan cobaan diatas kemampuan makhluknya. 54 hari berlalu dengan asa yang menyelimuti hidup ini, aku memutuskan untuk pergi dari rumahku. Hanya satu tujuan kupondok pesantren. Aku masuk pondok pesantren dan mulai berhijrah. Aku rajin mengikuti aktivitas pondok. Karena aku akan membuktikan keislamanku tidak akan sia-sia. Setiap kali mendapatkan ilmu aku lebih membagikan ilmu kepada teman”ku. Karena pernah dijelaskan juga “Manusia yang baik adalah ketika dia bisa memberikan manfaat kepada orang lain.” setelah aku mulai terbiasa dengan kegiatan pondok ustadzah menyuruhku menjadi pengurus pondok. Aku begitu bahagia karena dari situ aku lebih leluasa untuk berdakwah. Bintang sampaikan rinduku untuk ayah dan ibu. Aku rindu mereka bagaimana dengan keadaan mereka. Apakah mereka juga merindukanku. Pagi-pagi sekali aku berpamitan untuk menjenguk ayah dan ibu. Alhamdulillah ustadzah memberikan izin aku untuk menjenguk ayah dan ibu. “Assalamu’alaikum, ayah ibu ini dara, dara rindu sama ayah sama ibu. Bagaimana kabar ibu dan ayah?” namun apalah yang ada ayah dan ibu ku tetap bersikeras untuk tidak menganggapku dalam keluarga ini, selama aku dirumah ayah dan ibu sama sekali tidak mengajak ku untuk berbicara, namun insyaAllah aku ikhlas dan sabar, aku yakin suatu saat ayah dan ibu akan mengerti aku. Sore hari aku berpamitan namun massih sama ayah dan ibu tetap saja diam. Aku mencium tangan ayah dan ibu juga memeluk mereka, tapi mereka tetap tidak melihatku, mereka membuang muka seperti risih melihatku. Didalam do’aku selalu ada ayah ibu dan adikku. Berharap mereka akan mengerti aku, berharap Allah memberikan hidayah kepada orang-orang yang aku sayangi, aku tidak meminta harta ataupun perhatian lebih dari keluargaku, tetapi aku ingin melihat keluargaku bahagia dan selamat dari panasnya api neraka. Aku ingin aku dan keluargaku berkumpul merindukan surga-Nya. 13 Desember 2013, ustadzah memberitahu ku ada seseorang yang ingin bertemu dengan ku, apakah itu ayah dan ibu atau keluargaku yang lain? tetapi asa hanya tinggallah asa. Jauh dari yang aku harapkan. Adit datang untuk mengkhitbahku. Sungguh benar” tidak percaya. Laki-laki yang harus aku tinggalkan perlahan kini dia datang untuk melamarku. Namun aku tidak tahu haruskah aku menerimanya atau menolaknya. Aku mendapatkan nasihat dari sahabat-sahabatku disini, “Tidak baik menolak lamaran dari orang yang sholeh.” Aku memantapkan hati dan menerimanya.lalu bagaimana dengan orang tua ku. Adit dengan keyakinan hati pergi kerumah ku untuk menemui ayah dan ibu. Aku menyusul bersama ustadzah dan sahabatku. Aku bersujud syukur atas karuniamu ya Allah, engkau telah mengabulkan do’a-do’aku. Engkau memberikan hidayah untuk keluargaku sehingga kini mereka masuk dalam agamamu. Terimakasih Engkau memberikan petunjuk untuk diriku dan membuat orangtuaku menerima lamaran Adit. Terimakasih ya Allah Engkau telah mengirimkan malaikat yang begitu tulus hatinya dan rela menungguku dalam penantian panjang. Terimakasih ya Allah Engkau yang begitu sayang kepada ku sehingga Engkau tidak rela aku masuk dalam api nerakamu. “Mbak dara sudah siap? Mempelai laki-lakinya sudah menunggu.” Aku tersentak, dan menghapus air mataku. Aku beranjak dari tempat riasku dan keluar menemui suamiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar